KOMUNIKASI SOSIAL
Komunikasi sosial adalah Kegiatan
komunikasi yang diaarahkan pada pencapaian suatu situasi integrasi sosial.
Komunikasi sosial juga merupakan suatu proses pengaruh-mempengaruhi mencapai
keterkaitan sosial yang dicita-citakan antar individu yang ada di masyarakat.
Komunikasi sosial setidaknya
mengisyaratkan bahwa komunikasi itu penting untuk menbangun konsep diri kita,
aktualisasi diri, kelangsungan hidup, memperoleh kebahagian, terhindar dari
tekanan dan ketegangan (lewat komunikasi yang bersifat menghibur) dan mempinyai
hubungan dengan orang lain.
Melalui komunikasi kita bekerja sama
dengan anggota masyarakat (keluarga, R.T, R.W, kota, negara dan lain-lain)
untuk mencapai tujuan bersama.
Komunikasilah yang memungkinkan individu
membangun suatu kerangka rujukan dan menggunakannya sebagai paduan untuk
menafsirkan situasi apapun yang dihadapi dan juga komunikasi yang
memungkinkannya mempelajari dan menerapkan strategi-strategi adaptif untuk
mengatasi situasi-situasi probolematik yang ia masuki.
Implisit dalam fungsi komuniksi sosial
ini adalah funsi komunikasi kultural para ilmuan sosial mengakui bahwa budaya
dan komunikasi mempunyai hubungan timbal balik sperti dua sisi dari mata uang.
Budaya menjadi bagian dari prilaku komunikasi dan pada gilirannya komunikasi
pun turut menemukan, memelihara, mengembangkan atau mewariskan budaya. Edward
T. Hall menyatakan budaya adalah
komunikasi dan komunikasi adalah budaya, maksudnya adalah pada satu
sisi komunikasi merupakan suatu mekanisme untuk mensosialisasikan norma-norma
budaya masyarakat baik secara “horizontal” yaitu dari suatu masyarakat kepada
masyarakat lainnya, ataupun secara “vertikal” yaitu dari suatu generasi kepada
generasi berikutnya.
Pada sisi lain budaya menetapkan
norma-norma (komunikasi) yang dianggap sesuai untuk suatu kelompok tertentu,
misalnya laki-laki tidak gampang menangis. Alfred Korzybski menyatakan bahwa
kemampuan manusia berkomunikasi menjadikan mereka mengikat waktu (time-binder).
Pengikatan waktu (time-binding) merajuk pada kemampuan manusia untuk mewariskan
pengetahuan dari generasi ke generasi dan dari budaya ke budaya. Pengikatan
waktu jelas merupakan suatu karakteristik yang membedakan manusia dengan bentuk
lain kehidupan, dengan kemampuan tesebut manusia mampu mengendalikan dan
mengubah lingkungan mereka.
Kesulitan komunikasi berasal dari fakta
bahwa kelompok budaya atau subkultur yang ada dalam suatu budaya mempunyai
perangkat norma yang berlainan, misalnya antara generasi tua dengan generasi
muda. Kematangan dalam budaya ditandai dengan toleransi atas perbedaan. Konsep
diri adalah pandangan kita mengenai siapa diri kita, dan itu hanya kita peroleh
lewat informasi yang diberikan orang lain kepada diri kita. Konsep diri kita
pada umumnya dipengaruhi oleh keluarga, orang-orang dekat disekitar kita
termasuk kerabat. Mereka itulah yang disebut significant
others. Aspek-aspek konsep diri diantaranya : jenis kelamin, agama,
kesukuan, pendidikan, pengalaman, rupa fisik dan lain-lain. Identitas etnik
merupakan konsep penting atau unsur-unsur penting konsep diri. Orang
berkomunikasi untuk menunjukan dirinya eksis yang disebut aktualisasi atau
eksistensi diri.
Adapun beberapa masalah yang menjadi
penghambat integrasi bangsa dan integrasi sosial, diantaranya yaitu :
1.
Integrasi
bangsa melalui komunikasi antar generasi.
2.
Pengaruh
luar negeri melalui komunikasi internasional dan ilmu pengetahuan.
3.
Akibat-akibat
pembangunan sebagai unitended by products, contoh : pembangunan yang lebih
banyak dikota dibandingkan dipedesaan.
Di Indonesia kominikasi sosial sangat
ditentukan dan menggunakan nilai-nilai yamg diagungkan oleh suatu kelompok
sosial serta mengkomunikasikan nilai-nilai tersebut, sehingga dengan demikian
terjalin kelangsungan sosial dengan dan melalui nilai-nilainya. Proses
sosialisasi dan komunikasi tidaklah berhenti atau vakum pada suatu titik
tertentu namun terus berkembang.
Komunikasi sosial bertujuan untuk integrasi
bangsa dan sosial. Integrasi adalah menciptakan rasa aman yang diperoleh dari
ikatan sosial yang kuat dengan mengorbankan sedikit atau banyak kepentingan
individu.
Integrasi bangsa dan sosial dapat dicapai
melalui :
·
Perbedaan
identifikasi bangsa melalui bahasa.
Bahasa
merupakan pencerminan dari realita hidup masyarakat, mekanisme
bersosialisasi dan komuniakasi, situasi
hubungan, diri dan derajat integrasi diri dan persediaan pengetahuan.
·
Identifikasi
sosial melalui proses belajar atau sosialisai.
Sistem sosial adalah hasil dari interaksi
yang bersifat interdependen dan komplementer.
·
Identifikasi
sosial melalui legitimasi
Contohnya yaitu : Di Indonesia sila
Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan nilai yang merupakan perlu atau utama bagi
seluruh warga negara Indonesia.
KOMUNIKASI
TERAPEUTIK
Pengertian Komunikasi Terapeutik
Komunikasi
terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan
kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien (Purwanto,1994).
Teknik komunikasi
terapeutik merupakan cara untuk membina hubungan yang terapeutik dimana terjadi
penyampaian informasi dan pertukaran perasaan dan pikiran dengan maksud untuk mempengaruhi
orang lain (Stuart & sundeen,1995).
Komunikasi
terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling
memberikan pengertian antar perawat dengan pasien. Persoalan mendasar dan
komunikasi in adalah adanya saling membutuhan antara perawat dan pasien,
sehingga dapat dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi di antara perawat dan
pasien, perawat membantu dan pasien menerima bantuan (Indrawati, 2003 : 48).
Komunikasi
terapeutik bukan pekerjaan yang bisa dikesampingkan, namun harus direncanakan,
disengaja, dan merupakan tindakan profesional. Akan tetapi, jangan sampai
karena terlalu asyik bekerja, kemudian melupakan pasien sebagai manusia dengan
beragam latar belakang dan masalahnya (Arwani, 2003 50).
Manfaat Komunikasi Terapeutik
Manfaat
komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan kerja sama antara
perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien. Mengidentifikasi.
mengungkap perasaan dan mengkaji masalah dan evaluasi tindakan yang dilakukan
oleh perawat (Indrawati, 2003 : 50).
Tujuan Komunikasi Terapeutik
·
Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi
beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan yang efektif untuk
pasien, membantu mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan diri sendiri.
·
Kualitas asuhan keperawatan yang diberikan
kepada klien sangat dipengaruhi oleh kualitas hubungan perawat-klien, Bila
perawat tidak memperhatikan hal ini, hubungan perawat-klien tersebut bukanlah
hubungan yang memberikan dampak terapeutik yang mempercepat kesembuhan klien,
tetapi hubungan sosial biasa.
·
Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi
beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah
situasi yang ada bila pasien percaya pada hal yang diperlukan;
·
Mengurangi keraguan, membantu dalam hal
mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya;
·
Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan
dirinya sendiri.
Fungsi Komunikasi Terpeutik
Fungsi
komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan mengajarkan kerja sama antara
perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien. Perawat berusaha
mengungkap perasaan, mengidentifikasi dan mengkaji masalah serta mengevaluasi
tindakan yang dilakukan dalam perawatan (Purwanto, 1994).
Prinsip-prinsip komunikasi adalah:
·
Klien harus merupakan fokus utama dari interaksi
·
Tingkah laku professional mengatur hubungan
terapeutik
·
Membuka diri dapat digunakan hanya pada saat
membuka diri mempunyai tujuan terapeutik
·
Hubungan sosial dengan klien harus dihindari
·
Kerahasiaan klien harus dijaga
·
Kompetensi intelektual harus dikaji untuk
menentukan pemahaman
·
Implementasi intervensi berdasarkan teori
·
Memelihara interaksi yang tidak menilai, dan
hindari membuat penilaian tentang tingkah laku klien dan memberi nasihat
·
Beri petunjuk klien untuk menginterprestasikan
kembali pengalamannya secara rasional
·
Telusuri interaksi verbal klien melalui statemen
klarifikasi dan hindari perubahan subyek/topik jika perubahan isi topik tidak
merupakan sesuatu yang sangat menarik klien.
Jenis Komunikasi Terapeutik
Komunikasi
merupakan proses kompleks yang melibatkan perilaku dan memungkinkan individu
untuk berhubungan dengan orang lain dan dunia sekitarnya. Menurut Potter dan
Perry (1993) dalam Purba (2003), komunikasi terjadi pada tiga tingkatan yaitu
intrapersonal, interpersonal dan publik.
Menurut
Potter dan Perry (1993), Swansburg (1990), Szilagyi (1984), dan Tappen (1995)
dalam Purba (2003) ada tiga jenis komunikasi yaitu verbal, tertulis dan
non-verbal yang dimanifestasikan secara terapeutik.
1. Komunikasi Verbal
Jenis
komunikasi yang paling lazim digunakan dalam pelayanan keperawatan di rumah
sakit adalah pertukaran informasi secara verbal terutama pembicaraan dengan
tatap muka. Komunikasi verbal biasanya lebih akurat dan tepat waktu. Kata-kata
adalah alat atau simbol yang dipakai untuk mengekspresikan ide atau perasaan,
membangkitkan respon emosional, atau menguraikan obyek, observasi dan ingatan.
Sering juga untuk menyampaikan arti yang tersembunyi, dan menguji minat
seseorang. Keuntungan komunikasi verbal dalam tatap muka yaitu memungkinkan
tiap individu untuk berespon secara langsung.
Komunikasi
Verbal yang efektif harus:
a) Jelas dan ringkas
Komunikasi
yang efektif harus sederhana, pendek dan langsung. Makin sedikit kata-kata yang
digunakan makin kecil keniungkinan teijadinya kerancuan. Kejelasan dapat
dicapai dengan berbicara secara lambat dan mengucapkannya dengan jelas.
Penggunaan contoh bisa membuat penjelasan lebih mudah untuk dipahami. Ulang
bagian yang penting dari pesan yang disampaikan. Penerimaan pesan perlu
mengetahui apa, mengapa, bagaimana, kapan, siapa dan dimana. Ringkas, dengan
menggunakan kata-kata yang mengekspresikan ide secara sederhana.
b) Perbendaharaan Kata (Mudah
dipahami)
Komunikasi
tidak akan berhasil, jika pengirim pesan tidak mampu menerjemahkan kata dan
ucapan. Banyak istilah teknis yang digunakan dalam keperawatan dan kedokteran,
dan jika ini digunakan oleh perawat, klien dapat menjadi bingung dan tidak
mampu mengikuti petunjuk atau mempelajari informasi penting. Ucapkan pesan dengan
istilah yang dimengerti klien. Daripada mengatakan “Duduk, sementara saya akan
mengauskultasi paru paru anda” akan lebih baik jika dikatakan “Duduklah
sementara saya mendengarkan paru-paru anda”.
c) Arti denotatif dan konotatif
Arti
denotatif memberikan pengertian yang sama terhadap kata yang digunakan,
sedangkan arti konotatif merupakan pikiran, perasaan atau ide yang terdapat
dalam suatu kata. Kata serius dipahami klien sebagai suatu kondisi mendekati
kematian, tetapi perawat akan menggunakan kata kritis untuk menjelaskan keadaan
yang mendekati kematian. Ketika berkomunikasi dengan keperawat harus hati-hati
memilih kata-kata sehingga tidak mudah untuk disalah tafsirkan, terutama sangat
penting ketika menjelaskan tujuan terapi, terapi dan kondisi klien.
d) Selaan dan kesempatan
berbicara
Kecepatan
dan tempo bicara yang tepat turut menentukan keberhasilan komunikasi verbal.
Selaan yang lama dan pengalihan yang cepat pada pokok pembicaraan lain mungkin
akan menimbulkan kesan bahwa perawat sedang menyembunyikan sesuatu terhadap
klien. Perawat sebaiknya tidak berbicara dengan cepat sehingga kata-kata tidak
jelas. Selaan perlu digunakan untuk menekankan pada hal tertentu, memberi waktu
kepada pendengar untuk mendengarkan dan memahami arti kata. Selaan yang tepat
dapat dilakukan dengan memikirkan apa yang akan dikatakan sebelum
mengucapkannya, menyimak isyarat nonverbal dari pendengar yang mungkin
menunjukkan. Perawat juga bisa menanyakan kepada pendengar apakah ia berbicara
terlalu lambat atau terlalu cepat dan perlu untuk diulang.
e) Waktu dan Relevansi
Waktu
yang tepat sangat penting untuk menangkap pesan. Bila klien sedang menangis
kesakitan, tidak waktunya untuk menjelaskan resiko operasi. Kendatipun pesan
diucapkan secara jelas dan singkat, tetapi waktu tidak tepat dapat menghalangi
penerimaan pesan secara akurat. Oleh karena itu, perawat harus peka terhadap
ketepatan waktu untuk berkomunikasi. Begitu pula komunikasi verbal akan lebih
bermakna jika pesan yang disampaikan berkaitan dengan minat dan kebutuhan
klien.
f) Humor
Dugan
(1989) dalam Purba (2003) mengatakan bahwa tertawa membantu pengurangi
ketegangan dan rasa sakit yang disebabkan oleh stres, dan meningkatkan
keberhasilan perawat dalam memberikan dukungan emosional terhadap klien.
Sullivan dan Deane (1988) dalam Purba (2006) melaporkan bahwa humor merangsang
produksi catecholamines dan hormon yang menimbulkan perasaan sehat,
meningkatkan toleransi terhadap rasa sakit, mengurangi ansietas, memfasilitasi
relaksasi pernapasan dan menggunakan humor untuk menutupi rasa takut dan tidak
enak atau menutupi ketidak mampuannya untuk berkomunikasi dengan klien.
2. Komunikasi Tertulis
Komunikasi
tertulis merupakan salah satu bentuk komunikasi yang sering digunakan dalam
bisnis, seperti komunikasi melalui surat menyurat, pembuatan memo, laporan,
iklan di surat kabar dan lain- lain.
Prinsip-prinsip
komunikasi tertulis terdiri dari :
a) Lengkap
b) Ringkas
c) Pertimbangan
d) Konkrit
5e Jelas
f) Sopan
g) Benar
Fungsi komunikasi tertulis
adalah:
a) Sebagai tanda bukti tertulis
yang otentik, misalnya; persetujuan operasi.
b) Alat pengingat/berpikir
bilamana diperlukan, misalnya surat yang telah diarsipkan.
c) Dokumentasi historis,
misalnya surat dalam arsip lama yang digali kembali untuk mengetahui
perkembangan masa lampau.
d) Jaminan keamanan, umpamanya
surat keterangan jalan.
e) Pedoman atau dasar
bertindak, misalnya surat keputusan, surat perintah, surat pengangkatan.
Keuntungan
Komunikasi tertulis adalah:
a) Adanya dokumen tertulis
b) Sebagai bukti penerimaan dan
pengiriman
c) Dapat meyampaikan ide yang
rumit
d) Memberikan analisa, evaluasi
dan ringkasan
e) menyebarkan informasi kepada
khalayak ramai
f) Dapat menegaskan,
menafsirkan dan menjelaskan komunikasi lisan.
g) Membentuk dasar kontrak atau
perjanjian
h) Untuk penelitian dan bukti
di pengadilan
Kerugian Komunikasi tertulis
adalah:
a) Memakan waktu lama untuk
membuatnya
b) Memakan biaya yang mahal
c) Komunikasi tertulis
cenderung lebih formal
d) Dapat menimbulkan masalah
karena salah penafsiran
e) Susah untuk mendapatkan
umpan balik segera
f) Bentuk dan isi surat tidak
dapat di ubah bila telah dikirimkan
g) Bila penulisan kurang baik
maka akan membingungkan Si pembaca.
3. Komunikasi Non Verbal
Komunikasi
non-verbal adalah pemindahan pesan tanpa menggunakan kata-kata. Merupakan cara
yang paling meyakinkan untuk menyampaikan pesan kepada orang lain. Perawat
perlu menyadari pesan verbal dan non-verbal yang disampaikan klien mulai dan
saat pengkajian sampai evaluasi asuhan keperawatan, karena isyarat non verbal
menambah arti terhadap pesan verbal. Perawat yang mendektesi suatu kondisi dan
menentukan kebutuhan asuhan keperawatan.
Morris
(1977) dalam Liliweni (2004) membagi pesan non verbal sebagai berikut:
1) Kinesik
Kinesik
adalah pesan non verbal yang diimplementasikan dalam bentuk bahasa isyarat
tubuh atau anggota tubuh. Perhatikan bahwa dalam pengalihan informasi mengenai
kesehatan, para penyuluh tidak saja menggunakan kata-kata secara verbal tetapi
juga memperkuat pesan-pesan itu dengan bahasa isyarat untuk mengatakan suatu
penyakit yang berbahaya, obat yang mujarab, cara memakai kondom, cara mengaduk
obat, dan lain-lain.
2) Proksemik
Proksemik
yaitn bahasa non verbal yang ditunjukkan oleh “ruang” dan “jarak” antara
individu dengan orang lain waktu berkomunikasi atau antara individu dengan
objek.
3) Haptik
Haptik
seringkali disebut zero proxemics, artinya tidak ada lagi jarak di
antara dua orang waktu berkomunikasi. Atas dasar itu maka ada ahli kumunikasi
non verbal yang mengatakan haptik itu sama dengan menepuk-nepuk, meraba-raba,
memegang, mengelus dan mencubit. Haptik mengkomunikasikan relasi anda dengan
seseorang.
4) Paralinguistik
Paralinguistik
meliputi setiap penggunaan suara sehingga dia bermanfaat kalau kita hendak menginterprestasikan
simbol verbal. Sebagai contoh, orang-orang Muang Thai merupakan orang yang
rendah hati, mirip dengan orang jawa yang tidak mengungkapkan kemarahan dengan
suara yang keras. Mengeritik orang lain biasanya tidak diungkapkan secara langsung
tetapi dengan anekdot. Ini berbeda dengan orang Batak dan Timor yang
mengungkapkan segala sesuatu dengan suara keras.
5) Artifak
Kita
memehami artifak dalam komunikasi komunikasi non verbal dengan pelbagai benda
material disekitar kita, lalu bagaimana cara benda-benda itu digunakan untuk
menampilkan pesan tatkala dipergunakan. Sepeda motor, mobil, kulkas, pakaian,
televisi, komputer mungkin sekedar benda. Namun dalam situasi sosial tertentu
benda-benda itu memberikan pesan kepada orang lain. Kita dapat menduga status
sosial seseorang dan pakaian atau mobil yang mereka gunakan. Makin mahal mobil
yang mereka pakai, maka makin tinggi status sosial orang itu.
6) Logo dan Warna
Kreasi
pan perancang untuk menciptakan logo dalam penyuluhan merupaka karya komunikasi
bisnis, namun model keija m dapat ditirn dalam komunikasi kesehatan. Biasanya
logo dirancang untuk dijadikan simbol da suatu karaya organisasi atau produk da
suatu organisasi, terutama bagi organisasi swasta. Bentuk logo umumnya
berukuran kecil dengan pilihan bentuk, warna dan huruf yang mengandung visi dan
misi organisasi.
7) Tampilan Fisik Tubuh
Acapkali
anda mempunyai kesan tertentu terhadap tampilan fisik tubuh dari lawan bicara
anda. Kita sering menilai seseorang mulai dari warna kulitnya, tipe tubuh
(atletis, kurus, ceking, bungkuk, gemuk, gendut, dan lain-lain). Tipe tubuh itu
merupakan cap atau warna yang kita berikan kepada orang itu. Salah satu
keutamaan pesan atau informasi kesehatan adalah persuasif, artinya bagaimana
kita merancang pesan sedemikian rupa sehingga mampu mempengaruhi orang lain
agar mereka dapat mengetahui informasi, menikmati informasi, memutuskan untuk
membeli atau menolak produk bisnis yang disebarluaskan oleh sumber informasi.
(Liliweri, 2007:108).
Karakteristik Komunikasi Terapeutik
Ada
tiga hal mendasar yang memberi ciri-ciri komunikasi terapeutik yaitu sebagai
berikut: (Arwani, 2003 : 54).
1. Ikhlas (Genuiness)
Semua
perasaan negatif yang dimiliki oleh pasien barus bisa diterima dan pendekatan
individu dengan verbal maupun non verbal akan memberikan bantuan kepada pasien
untuk mengkomunikasikan kondisinya secara tepat.
2. Empati (Empathy)
Merupakan
sikap jujur dalam menerima kondisi pasien. Obyektif dalam memberikan penilaian
terhadap kondisi pasien dan tidak berlebihan.
3. Hangat (Warmth)
Kehangatan
dan sikap permisif yang diberikan diharapkan pasien dapat memberikan dan
mewujudkan ide-idenya tanpa rasa takut, sehingga pasien bisa mengekspresikan
perasaannya lebih mendalam.
Fase – fase dalam komunikasi terapeutik
Komunikasi terapeutik terdiri atas 4 fase, yaitu fase pra
interaksi, fase orientasi, fase kerja dan fase terminasi. Setiap fase atau
tahapan komunikasi terapeutik mencerminkan uraian tugas dari petugas. Purwanto
(1994) membagi tahapan komunikasi dalam tiga fase, yaitu fase orientasi, fase
lanjutan dan fase terminasi.
1. Fase Prainteraksi
Pada fase prainteraksi ini, petugas harus mengeksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutan sendiri. Petugas juga perlu menganalisa kekuatan kelemahan profesional diri. Selanjutnya mencari data tentang klien jika mungkin, dan merencanakan pertemuan pertama dengan pasien.
1. Fase Prainteraksi
Pada fase prainteraksi ini, petugas harus mengeksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutan sendiri. Petugas juga perlu menganalisa kekuatan kelemahan profesional diri. Selanjutnya mencari data tentang klien jika mungkin, dan merencanakan pertemuan pertama dengan pasien.
Sumber lain juga meneybutkan bahawa tahap atau fase
prainteraksi merupakan masa persiapan sebelum berhubungan dan berkomunikasi
dengan orang lain. Perawat perlu mengevaluasi diri tentang kemampuan dan
pengalaman yang dimiliki terkait dengan percakapan yang akan dilakukan. Jika
merasa tidak siap, maka perawat membaca standar atau diskusi dengan teman,
atasan, atau supervisor. Jika telah siap maka perawat perlu mebuat rencana
interaksi / komunikasi dengan orang lain (klien, keluarga klien, perawat, tim
kesehatan lainnya atau dokter).
2. Fase Orientasi
Fase ini meliputi pengenalan dengan pasien, persetujuan komunikasi atau kontrak komunikasi dengan pasien, serta penentuan program orientasi. Program orientasi tersebut meliputi penentuan batas hubungan, pengidentifikasian masalah, mengakaji tingkat kecemasan diri sendiri dan pasien, serta mengkaji apa yang diharapkan dari komunikasi yang akan dilakukan bersama antara petugas dan klien.
Tugas petugas pada fase ini adalah menentukan alasan klien minta pertolongan, kemudian membina rasa percaya, penerimaan dan komunikasi terbuka. Merumuskan kontrak bersama klien, mengeksplorasi pikiran, perasaan dan perbuatan klien sangat penting dilakukan petugas pada tahap orientasi ini. Dengan demikian petugas dapat mengidentifikasi masalah klien, dan selanjutnya merumuskan tujuan dengan klien.
3. Fase kerja / lanjutan
Pada fase kerja ini petugas perlu meningkatkan interaksi dan mengembangkan faktor fungsional dari komunikasi terapeutik yang dilakukan. Meningkatkan interaksi sosial dengan cara meningkatkan sikap penerimaan satu sama lain untuk mengatasi kecemasan, atau dengan menggunakan teknik komunikasi terapeutik sebagai cara pemecahan dan dalam mengembangkan hubungan kerja sama. Mengembangkan atau meningkatkan faktor fungsional komunikasi terapeutik dengan melanjutkan pengkajian dan evaluasi masalah yang ada, meningkatkan komunikasi pasien dan mengurangi ketergantungan pasien pada petugas, dan mempertahankan tujuan yang telah disepakati dan mengambil tindakan berdasarkan masalah yang ada.
Tugas petugas pada fase kerja ini adalah mengeksplorasi stressor yang terjadi pada klien dengan tepat. Petugas juga perlu mendorong perkembangan kesadaran diri klien dan pemakaian mekanisme koping yang konstruktif, dan mengarahkan atau mengatasi penolakan perilaku adaptif.
4. Fase terminasi
Fase terminasi ini merupakan fase persiapan mental untuk membuat perencanaan tentang kesimpulan pengobatan yang telah didapatkan dan mempertahankan batas hubungan yang telah ditentukan. Petugas harus mengantisipasi masalah yang akan timbul pada fase ini karena pasien mungkin menjadi tergantung pada petugas. Pada fase ini memungkinkan ingatan pasien pada pengalaman perpisahan sebelumnya, sehingga pasien merasa sunyi, menolak dan depresi. Diskusikan perasaan-perasaan tentang terminasi.
Pada fase terminasi tugas petugas adalah menciptakan realitas perpisahan. Petugas juga dapat membicarakan proses terapi dan pencapaian tujuan. Saling mengeksplorasi perasaan bersama klien tentang penolakan dan kehilangan, sedih, marah dan perilaku lain, yang mungkin terjadi pada fase ini.
2. Fase Orientasi
Fase ini meliputi pengenalan dengan pasien, persetujuan komunikasi atau kontrak komunikasi dengan pasien, serta penentuan program orientasi. Program orientasi tersebut meliputi penentuan batas hubungan, pengidentifikasian masalah, mengakaji tingkat kecemasan diri sendiri dan pasien, serta mengkaji apa yang diharapkan dari komunikasi yang akan dilakukan bersama antara petugas dan klien.
Tugas petugas pada fase ini adalah menentukan alasan klien minta pertolongan, kemudian membina rasa percaya, penerimaan dan komunikasi terbuka. Merumuskan kontrak bersama klien, mengeksplorasi pikiran, perasaan dan perbuatan klien sangat penting dilakukan petugas pada tahap orientasi ini. Dengan demikian petugas dapat mengidentifikasi masalah klien, dan selanjutnya merumuskan tujuan dengan klien.
3. Fase kerja / lanjutan
Pada fase kerja ini petugas perlu meningkatkan interaksi dan mengembangkan faktor fungsional dari komunikasi terapeutik yang dilakukan. Meningkatkan interaksi sosial dengan cara meningkatkan sikap penerimaan satu sama lain untuk mengatasi kecemasan, atau dengan menggunakan teknik komunikasi terapeutik sebagai cara pemecahan dan dalam mengembangkan hubungan kerja sama. Mengembangkan atau meningkatkan faktor fungsional komunikasi terapeutik dengan melanjutkan pengkajian dan evaluasi masalah yang ada, meningkatkan komunikasi pasien dan mengurangi ketergantungan pasien pada petugas, dan mempertahankan tujuan yang telah disepakati dan mengambil tindakan berdasarkan masalah yang ada.
Tugas petugas pada fase kerja ini adalah mengeksplorasi stressor yang terjadi pada klien dengan tepat. Petugas juga perlu mendorong perkembangan kesadaran diri klien dan pemakaian mekanisme koping yang konstruktif, dan mengarahkan atau mengatasi penolakan perilaku adaptif.
4. Fase terminasi
Fase terminasi ini merupakan fase persiapan mental untuk membuat perencanaan tentang kesimpulan pengobatan yang telah didapatkan dan mempertahankan batas hubungan yang telah ditentukan. Petugas harus mengantisipasi masalah yang akan timbul pada fase ini karena pasien mungkin menjadi tergantung pada petugas. Pada fase ini memungkinkan ingatan pasien pada pengalaman perpisahan sebelumnya, sehingga pasien merasa sunyi, menolak dan depresi. Diskusikan perasaan-perasaan tentang terminasi.
Pada fase terminasi tugas petugas adalah menciptakan realitas perpisahan. Petugas juga dapat membicarakan proses terapi dan pencapaian tujuan. Saling mengeksplorasi perasaan bersama klien tentang penolakan dan kehilangan, sedih, marah dan perilaku lain, yang mungkin terjadi pada fase ini.
Faktor – faktor penghambat komunikasi
Faktor-faktor
yang menghambat komunikasi terapeutik adalah (Indrawati, 2003 : 21):
1. Perkembangan.
2. Persepsi.
3. Nilai.
4. Latar belakang sosial
budaya.
5. Emosi.
6. Jenis Kelamin.
7. Pengetahuan.
8. Peran dan hubungan.
9. Lingkungan.
10. Jarak.
11. CitraDiri.
12. Kondisi Fisik.
Perbedaan
Komunikasi Sosial Dan Komunikasi Terpeutik
Komunikasi Terapeutik
·
Terjadi antara perawat dengan pasien atau anggota
tim kesehatan lainnya.
·
Komunikasi ini umumnya lebih akrab karena
mempunyai tujuan, berfokus kepada pasien yang membutuhkan bantuan.
·
Perawat secara aktif mendengarkan dan memberi
respon kepada pasien dengan cara menunjukan sikap maumenerima dan mau memahami
sehingga dapat mendorong pasien untuk berbicara secara terbuka tentang dirinya.
Selain itu membantu pasien untuk melihat dan memperhatiakan apa yang tidak
disadari sebelumnya.
Komunikasi Social
·
Terjadi setiap hari antar orang per orang baik
dalam pergaulan maupun lingkungan kerja.
·
Komunikasi bersifat dangkal karena tidak
mempunyai tujuan.
·
Lebih banyak terjadi dalam pekerjaan, aktivitas
social dll.
·
Pembicara tidak mempunyai focus tertentu tetapi
lebih mengarah kebersamaan dan rasa senang.
·
Dapat direncanakan tetapi dapat juga tidak
direncanakan.
DAFTAR
PUSTAKA
Tim
Penulis Poltekkes Kemenkes Maluku, Penuntun Praktikum Keterampilan Kritis I,
untuk Mahasiswa DIII Keperwatan. Salemba Medika